QUO VADIS?*
Saat kita tidak tahu mau ke mana dan melakukan apa, biasanya kita melakukan apa yang orang lain lakukan. Tapi akibatnya kita menjadi letih karena melakukan sesuatu yang belum tentu kehendak Tuhan.
Sesungguhnya Tuhan mau memakai kita dengan dahsyat, namun di tengah berbagai fakta yang ditawarkan, perlahan kita berubah dari orang yang idealis menjadi realis.
Kenapa kita kehilangan idealisme?
1. Posisi kita saat ini (Ibrani 10:22)
Pergumulan kita melawan realisme seringkali membuat hati tawar. Komsel yang tidak juga multi, orangtua yang belum bertobat padahal sudah didoakan bertahun-tahun, dsb. Ujung-ujungnya, kita kecewa. Kita mulai kompromi dan tak lagi punya hati yang tulus ikhlas. Akibatnya, kita tertuduh waktu datang pada Tuhan. Kita sulit mendengar suara Tuhan dan rencana-Nya. We just do the things right, but not the right things.
2. Kita sudah tidak punya pengharapan (Ibrani 10:23)
Rencana dan pengharapan yang besar pasti disertai kuasa yang besar (Ef. 1:18-22). Sikap realistis mengajarkan kita berpikir dengan cara manusia, bukan cara Allah. Itu sebabnya ketika orang idealis mencapai puncaknya, mereka akan melampaui jauh dari yang bisa dibayangkan, karena mereka menggunakan metode Allah. Abraham masih mendirikan tenda di tanah Kanaan karena yang dibayangkan Abraham adalah kota yang dibangun Allah sendiri, di mana jalan-jalannya terbuat dari emas.
3. Tidak punya komunitas yang mendukung (Ibrani 10:24-25) Domba yang diserang serigala adalah domba yang keluar dari kumpulannya. Kapan kesepian terbesar melanda kita? Saat kita tak lagi ada dalam komunitas. Kita merasa seperti orang gila di tengah dunia yang real. Seandainya kita berada di tengah orang yang punya visi sama, kita tidak akan merasa aneh.
Mari kembali pada hati Bapa, kembali pada hubungan intim dengan-Nya sampai kita mendapatkan kembali gairah-Nya.
*Where are you going? (latin)
0 comments:
Post a Comment